Tafsir Surat al Baqarah Ayat 3
Daftar Isi [Lihat]
Ayat dan Terjemah
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ ﴿٣﴾
"Yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka." (QS. Al-Baqarah: 3)
Makna Ayat
- "الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ" (mereka yang beriman kepada yang gaib):
- Ini adalah sifat pertama yang disebutkan, mewakili dimensi akidah dan keyakinan batin. Makna iman secara bahasa adalah "membenarkan" atau "percaya". Namun, secara syar'i, iman mencakup pembenaran hati, perkataan lisan, dan perbuatan anggota badan.
- "بِالْغَيْبِ" (kepada yang gaib): Syaikh As-Sa'di rahimahullah menjelaskan bahwa ini adalah inti perbedaan antara orang beriman dan orang kafir. Orang kafir hanya beriman kepada yang terlihat (hissi) dan dapat dijangkau oleh panca indera, sementara orang beriman membenarkan dan meyakini apa pun yang diberitakan oleh Allah dalam Al-Qur'an dan Rasul-Nya dalam hadis-hadis sahih, meskipun hal itu tidak terlihat, belum terjadi, atau sulit dicerna akal. Keimanan ini didasarkan pada keyakinan penuh kepada Allah dan Rasul-Nya.
- Termasuk dalam iman kepada yang gaib adalah:
- Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir (termasuk surga, neraka, hisab, timbangan amal), dan takdir.
- Beriman kepada berita-berita gaib di masa lalu (seperti penciptaan langit dan bumi, kisah para nabi) dan di masa depan (tanda-tanda kiamat).
- Beriman kepada sifat-sifat Allah yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah, dengan keyakinan bahwa sifat-sifat tersebut sesuai dengan keagungan Allah dan tidak serupa dengan makhluk.
- "وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ" (dan mendirikan salat):
- Ini adalah sifat kedua, mewakili amal ibadah lahiriah. Allah menggunakan frasa "يُقِيمُونَ" (mendiri-kan), bukan sekadar "melaksanakan" (yafa'alun) atau "mewujudkan" (ya'tun).
- Syaikh As-Sa'di rahimahullah menjelaskan bahwa makna iqamah as-salat (mendirikan salat) adalah menegakkannya secara lahiriah dan batiniah:
- Secara lahiriah: Dengan menyempurnakan rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya, dan syarat-syaratnya (seperti wudu yang sempurna, menjaga waktu salat). Ini selaras dengan sabda Nabi ﷺ kepada orang yang salah dalam salatnya: "ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ" (Kembalilah dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat), menunjukkan pentingnya thuma'ninah (ketenangan) dalam rukun salat.
- Secara batiniah: Dengan menghadirkan hati (khusyu') dan tadabbur (merenungkan) bacaan salat. Salat yang sempurna akan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah:
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
"Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar." (QS. Al-Ankabut: 45). Jika salat seseorang tidak memiliki efek ini, maka ada kekurangan pada aspek batiniah salatnya.
- "وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ" (dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka):
- Ini adalah sifat ketiga, juga berkaitan dengan amal lahiriah yang menunjukkan kepedulian sosial dan syukur atas nikmat Allah.
- "وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ": Kata "مِنْ" (min) dalam "mimma" (dari sebagian) menunjukkan bahwa yang diperintahkan Allah untuk diinfakkan hanyalah sebagian kecil dari rezeki yang Dia berikan, bukan seluruhnya, dan itu tidak akan mengurangi harta. Ini juga mengisyaratkan bahwa seluruh harta adalah rezeki dari Allah, bukan semata-mata hasil usaha manusia.
- "يُنْفِقُونَ" (mereka menafkahkan): Mencakup infak yang wajib dan yang sunah (mustahab).
- Infak Wajib: Meliputi zakat harta (jika telah mencapai nisab dan haul) dan nafkah wajib kepada keluarga (istri, anak, kerabat yang menjadi tanggungannya), serta budak jika ada. Dalil Hadis: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ ﷺ:
لِتَأْكُلْ مِمَّا تَأْكُلُ وَلْتَلْبَسْ مِمَّا تَلْبَسُ
"(Budakmu) hendaknya makan dari apa yang kamu makan dan memakai dari apa yang kamu pakai." (Diriwayatkan dalam konteks perlakuan terhadap budak, menunjukkan keharusan memberikan nafkah dan pakaian yang layak). - Infak Sunah: Meliputi berbagai bentuk sedekah dan bantuan sukarela di jalan kebaikan.
- Allah seringkali menyandingkan salat dengan zakat (infak) dalam Al-Qur'an. Ini menunjukkan pentingnya dua ibadah besar ini: salat sebagai hubungan dengan Allah (hablum minallah) yang mewujudkan keikhlasan, dan zakat/infak sebagai hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas) yang mewujudkan ihsan (kebajikan). Keduanya adalah tanda kebahagiaan seorang hamba.
Faedah
- Iman seorang mukmin tidak hanya terbatas pada hal-hal yang dapat dijangkau oleh panca indera, melainkan mencakup keyakinan teguh pada perkara gaib yang diberitakan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ini membedakan seorang mukmin dari orang kafir yang hanya mempercayai apa yang dapat mereka buktikan secara empiris.
- Mendirikan salat bukan sekadar melakukan gerakan-gerakan lahiriah, tetapi juga mencakup khusyuk dan tadabbur makna bacaan salat. Salat yang ditegakkan secara sempurna akan menjadi pencegah dari perbuatan keji dan mungkar, serta mendatangkan pahala yang utuh. Pahala salat bergantung pada sejauh mana hati dan akal seseorang hadir di dalamnya.
- Pentingnya Infak dan Hak Harta
- Infak adalah salah satu tanda ketakwaan, baik yang wajib (zakat dan nafkah keluarga) maupun yang sunah (sedekah). Infak juga merupakan bentuk syukur atas rezeki dari Allah.
- Harta adalah Rezeki dari Allah: Ayat ini mengingatkan bahwa harta yang dimiliki manusia adalah karunia dan rezeki dari Allah, bukan semata-mata hasil kekuatan atau kepandaian pribadi. Oleh karena itu, infak adalah cara bersyukur dan berbagi sebagian karunia tersebut.
- Keseimbangan Ibadah Hablum Minallah dan Hablum Minannas: Penyandingan salat (ibadah vertikal) dengan infak (ibadah horizontal) dalam banyak ayat Al-Qur'an menunjukkan pentingnya keseimbangan antara hak Allah (ibadah murni) dan hak sesama makhluk (berbuat baik), sebagai tanda kebahagiaan dan kesempurnaan iman. Seorang Muslim sejati tidak hanya saleh secara individu, tetapi juga bermanfaat bagi lingkungannya.
- Hak Keluarga dan Diri Sendiri: Islam mengajarkan keseimbangan dalam menunaikan hak. Selain hak Allah, terdapat hak keluarga (istri, anak) yang harus dipenuhi nafkahnya, serta hak diri sendiri untuk beristirahat dan memenuhi kebutuhan dasar, agar tidak berlebihan dalam ibadah hingga menzalimi diri dan orang lain, seperti yang diajarkan Nabi ﷺ: "إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ." (Sesungguhnya Rabbmu memiliki hak atasmu, dan istrimu memiliki hak atasmu, dan jasadmu memiliki hak atasmu. Maka berikanlah setiap pemilik hak akan haknya.) (HR. Bukhari).
(Dari audio rekaman kajian kitab Tafsir as Sa'di oleh pemateri al Ustadz Muhammad bin 'Umar as Sewed hafizhahullah. Simak audionya di www.sunnah.me/2019/10/tafsir-as-sadi-ustadz-muhammad-bin-umar.html dan dapatkan kumpulan tafsirnya dalam file pdf di channel telegram @sunnahme)
Posting Komentar untuk "Tafsir Surat al Baqarah Ayat 3"