Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tafsir Surat al Baqarah ayat 106-107

Daftar Isi [Lihat]

مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (106) أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (107)

Ayat yang Kami batalkan atau Kami jadikan (manusia) lupa padanya, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu tahu bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (106) Tidakkah kamu tahu bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tidak ada bagimu pelindung dan penolong selain Allah. (107)

Makna Ayat

Ayat 106: Konsep, Hikmah, dan Bukti Adanya Naskh

  • Definisi An-Naskh:
    • Secara bahasa, naskh berarti An-Naql atau memindahkan, seperti pekerjaan seorang penyalin naskah.
    • Secara istilah syariat dalam ayat ini, naskh adalah memindahkan seorang mukallaf (orang yang terbebani syariat) dari satu hukum ke hukum yang lain, atau membatalkan suatu hukum sama sekali (baik dengan pengganti maupun tanpa pengganti).
  • Bantahan Terhadap Para Pengingkar Naskh:
    • Kaum Yahudi dan kelompok rasionalis (seperti Mu'tazilah) mengingkari adanya naskh dalam syariat. Mereka berargumen dengan akal mereka yang terbatas, bahwa tidak mungkin Allah menetapkan suatu hukum lalu membatalkannya, seolah-olah Allah berubah pikiran.
    • Pengingkaran mereka ini pada hakikatnya adalah penolakan yang murni didasari hawa nafsu, karena naskh terbukti ada dalam kitab Taurat mereka sendiri.
  • Bentuk-bentuk Naskh dalam Ayat:
    • مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ: Ayat atau hukum yang Kami batalkan/hapuskan.
    • أَوْ نُنْسِهَا: Atau ayat yang Kami jadikan manusia lupa padanya. Contohnya riwayat tentang dua orang sahabat yang tiba-tiba lupa akan suatu surat panjang yang biasa mereka baca dalam shalat, kemudian turunlah ayat ini sebagai penjelas.
  • Hikmah Dibalik Naskh:
    • Allah subhanahu wa ta’ala menjamin bahwa setiap hukum yang di-naskh pasti akan diganti dengan yang lebih baik atau minimal setara.
    •  نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا (Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya).
    • Penggantian ini tidak mungkin kepada sesuatu yang lebih jelek, karena karunia Allah selalu bertambah dan tidak pernah berkurang, terutama bagi umat ini.
    • Naskh menunjukkan hikmah dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, di mana hukum-hukum disyariatkan secara bertahap sesuai maslahat. Contoh paling nyata adalah proses pengharaman khamr (minuman keras) yang dilakukan secara bertahap.

Ayat 107: Dalil Utama Naskh adalah Kekuasaan dan Kedaulatan Mutlak Allah
Ayat ini adalah jawaban telak dan argumentasi utama yang mematahkan keraguan para pengingkar naskh.

  • Kekuasaan Mutlak Allah (عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ):
    • Allah bertanya, أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (Tidakkah kamu tahu bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?).
    • Karena Allah Maha Kuasa, maka termasuk dalam kekuasaan-Nya adalah kebebasan untuk menetapkan hukum, mengubah, dan menggantinya sesuai kehendak-Nya.
    • Jika Allah tidak boleh mengubah hukum-Nya, berarti kekuasaan-Nya terbatas, dan ini mustahil bagi Allah. Mengingkari naskh berarti meragukan kemahakuasaan Allah.
  • Kedaulatan Mutlak Allah (لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ):
    • Allah juga bertanya, أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ (Tidakkah kamu tahu bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah?).
    • Sebagai Raja dan Penguasa absolut, Allah berhak penuh untuk mengatur para hamba-Nya dengan aturan syariat (diniyah) maupun aturan takdir (qadariyah). Maka, tidak ada hak bagi hamba untuk memprotes hukum yang ditetapkan Raja mereka.
    • Qiyas al-awla (permisalan yang lebih utama): jika seorang penguasa di dunia saja berhak mengubah peraturan demi kemaslahatan rakyatnya, maka Allah, Raja segala raja, tentu lebih berhak melakukannya.
  • Allah adalah Pelindung dan Penolong (وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ):
    • Allah menegaskan bahwa manusia tidak memiliki pelindung dan penolong selain Dia.
    • Penetapan syariat, termasuk adanya naskh, adalah bagian dari bentuk perlindungan dan pertolongan Allah kepada hamba-Nya untuk mendatangkan manfaat dan menolak keburukan.

Faedah

  • Contoh nyata nasakh dalam syariat Islam: 
    1. Perubahan kiblat: Awalnya menghadap Baitul Maqdis, kemudian diperintah menghadap Masjidil Haram; orang beriman menerima, sedangkan Yahudi dan munafik memunculkan syubhat. Dalil Al-Qur’an (perubahan kiblat):  قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا… (Al-Baqarah ayat 144) “Sungguh Kami telah melihat wajahmu menengadah ke langit; maka sungguh Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai….” dan Al Baqarah ayat 150 حَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ “Dan di mana pun kamu berada, hadapkanlah wajahmu ke arahnya.”
    2. Pengharaman khamr secara bertahap: 
      • Larangan mendekati salat saat mabuk (belum haram total).   لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ (An-Nisā’ ayat 43) — “Janganlah kalian mendekati salat sedang kalian mabuk.”
      • Penjelasan mudarat lebih besar dari manfaat.  يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ… إِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا (Al-Baqarah ayat 219) — “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia; tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya.”
      • Pengharaman tegas, hingga para sahabat menumpahkan khamr di jalan-jalan Madinah. إِنَّمَا الخَمْرُ وَالمَيْسِرُ… فَهَلْ أَنْتُمْ مُّنتَهُونَ (Al-Mā’idah ayat 90–91) — “…Maka apakah kalian mau berhenti?”
  • Bukti-bukti Adanya Naskh dalam Syariat Terdahulu (yang Diingkari Yahudi)
    • Pernikahan Saudara Kandung: Di zaman Nabi Adam ‘alaihissalam, pernikahan antar saudara kandung (non-kembar) diperbolehkan karena darurat, namun kemudian hukum ini di-naskh (diharamkan).
    • Perintah Kurban Anak: Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk menyembelih anaknya adalah syariat, yang kemudian di-naskh sebelum dilaksanakan.
    • Taubat dengan Saling Membunuh: Perintah kepada Bani Israil untuk bertaubat dengan cara saling membunuh adalah syariat yang kemudian di-naskh (dihentikan) oleh Allah setelah sebagian melakukannya.
    • Sujud Penghormatan: Di zaman Nabi Yusuf ‘alaihissalam, sujud sebagai bentuk penghormatan (bukan ibadah) diperbolehkan, namun dalam syariat setelahnya (termasuk syariat Yahudi sendiri) hal itu diharamkan.
  • Sikap seorang muslim terhadap nasakh: Sami‘nā wa aṭa‘nā—“kami dengar dan taat.” Inilah sikap orang beriman saat perintah-perintah syariat berubah sesuai wahyu. Menolak nasakh berarti meragukan kekuasaan Allah; ini kesalahan manhaj dan akidah. 

(Dari audio rekaman kajian kitab Tafsir as Sa'di oleh pemateri al Ustadz Muhammad bin 'Umar as Sewed hafizhahullah. Simak audionya di www.sunnah.me/2019/10/tafsir-as-sadi-ustadz-muhammad-bin-umar.html dan dapatkan kumpulan tafsirnya dalam file pdf di channel telegram @sunnahme)

Posting Komentar untuk "Tafsir Surat al Baqarah ayat 106-107"

بسم الله الرحمن الرحيم ِ